Hari ini Ibu marah kepadaku. Dipukulnya aku kuat-kuat.
"Aduh bu... sakitttt !!!"
Tapi nampaknya Ibu tidak menggubris teriakanku.
Aku tahu, ini semua adalah kesalahanku.
Malam hari, aku berusaha merajuk pada Ibu.
Ketika ia mau tidur, aku sudah berada persis di sebelah sisi yang ia tiduri.
Dan aku berharap ia akan memelukku.
Tapi, nampaknya ia masih marah kepadaku.
Hmm... cara apalagi yang harus kugunakan untuk merayunya ?
Keesokan harinya, Ibu sama sekali tidak menegurku.
Ia tetap diam seribu bahasa.
Aku berusaha mendekatinya, namun tidak berhasil.
Ibu tetap melakukan tugasnya seperti biasanya.
Berbelanja, membersihkan rumah, memasak dan menyiapkan makanan.
Tanpa disuruh, aku langsung makan apa yang sudah ia sajikan.
Sudah 2 hari Ibu marah kepadaku.
Aku bingung, pusing melihatnya seperti itu.Kuputuskan sajalah untuk berjalan-jalan keluar rumah, sekedar mencari hawa segar
dan berharap segera menemukan ide bagaimana caranya agar bisa berbaikan dengan Ibu.
Saat sedang berjalan-jalan, aku bertemu dengan kawan-kawan bermainku.
Beberapa memang teman mainku setiap hari, sisanya 2 orang lagi baru kujumpai saat itu.
Seorang kawan bertanya padaku :
"Kenapa wajahmu kusut seperti itu ?"
"Aku sedang ribut dengan Ibu", jawabku"Sudah 2 hari ini Ibu mendiamiku terus, padahal aku sudah meminta maaf", lanjutku
"Hmm... begitu ya ?"
"Aku tahu itu memang salahku, yang menyebabkan beliau marah besar", ungkapku lagi.
"Hey.... daripada kamu pusing dengan masalah itu, bagaimana kalau nanti malam kamu ikut dengan kita bersenang-senang ?" kata seorang kawan baruku,
"sekedar untuk melupakan masalah yang ada", imbuhnya lagi."Bersenang-senang? memangnya kita akan kemana dan melakukan apa ?" tanyaku kepada si kawan baru itu.
"ohh... jangan khawatir, kita tidak akan melakukan hal-hal aneh kok, hanya berjalan-jalan di malam hari saja", kata si kawan itu.Tanpa pikir panjang lagi, aku menjawab " oh, baiklah kalau begitu, aku ikut denganmu..".
Kemudian aku balik ke rumah dan tidak menggubris Ibu.
Maghrib pun tiba.Aku sudah bersiap-siap untuk menemui kawan-kawanku itu.
Ketika menuju pintu luar, Ibu berkata :
"Mau kemana? maghrib begini kok malah keluar rumah ? Banyak orang jahat di luar sana" katanya kepadaku.
Aku terus berjalan, tidak memperdulikan ucapannya.
Dalam benakku berkata "gantian sekarang aku yang akan mendiami ibu, ini akibat Ibu mendiami aku selama 2 hari ".
Tak begitu jauh dari rumah, aku sudah bertemu kawan-kawanku, jumlah kami ber 5.
Kami saling bercanda, bermain kejar-kejaran dan petak umpet, hingga tanpa kami sadari langit pun semakin gelap. Gelap tanpa bulan dan bintang.
Dari jauh, samar-samar aku mendengar suara Ibu yang memanggil-manggil namaku.
Tapi, "ahh..... biarkanlah" pikirku.
Karena keasyikan bermain, ternyata kami sudah jauh dari rumah. Hatiku pun menjadi was-was.
Aku tahu Ibu pasti khawatir sekali denganku.
Dan aku juga ingat, bapak akan pulang larut malam.
"Ibu, semoga engkau di rumah baik-baik saja', sepercik doaku yang kupanjatkan untuk Ibu dengan tidak sadar.Ternyata dorongan untuk terus bermain mengalahkan keinginan untuk pulang ke rumah. Apalagi jalanan mulai sepi, sehingga menambah keleluasaan kami untuk bermain.
Jenuh bermain, seorang kawan baru mengutarakan idenya.
"hey... kalian melihat rumah itu ?" katanya sambil menunjuk rumah yang dimaksud
"ya", jawab kami serempak."apa yang akan kamu lakukan di rumah itu", tanya salah seorang kawan
"yang pasti aku akan melihat-lihat isi rumah itu", jawab si kawan baru tersebut.
"bagaimana, kalian mau tidak ?" tanya nya pada kami.
Kami semua terlihat masih bingung dengan ide si kawan baru. Di mata kami, rumah tersebut tidak terlihat istimewa. Bagunannya tidaklah besar, berpagar sedang dan ada sedikit halaman depan yang ditanami dengan bunga-bunga rumput, serta 2 buah pintu masuk. Yang pertama pintu depan untuk menuju ruang tamu, satu lagi pintu samping yang kuduga pastilah tembusnya ke dapur.
Lampu di ruang depan telah mati, tapi yang di dapur masih menyala. Tidak satupun dari kami yang mendengar suara orang berbicara.
Kawan baru kami itupun memberikan ide dan strateginya.
"Kita akan masuk dari pintu belakang yang menuju dapur, sepertinya pintu itu masih belum terkunci"."Lalu apa yang akan kita lakukan ?" tanya seorang kawan
"Kita akan mencari apa yang menguntungkan untuk kita bersama, dan hasilnya akan dijadikan satu dan dibagi rata sesuai dengan jumlah yang ada saat ini", jawab si kawan baru itu.
Tanpa pikir panjang lagi, kami semua langsung mengiyakan.
"Hmm... lumayan.. jika dapat, ini bisa menjadi bekalku beberapa hari selama jauh dari rumah" pikirku sendiri.
"Nah, mari kuberikan petunjuknya", kata si kawan pemberi ide
"aku akan masuk duluan ke dapur itu, dan mencari tempat bersembunyi antara dapur dan ruang makan, aku akan memberikan kode-kode jika ada yang menuju ke dapur, menyusul kamu dan dia", sembari melihat kearahku dan kawanku, tahulah aku bahwa akan menjadi pengumpul barang yang telah dibicarakan tadi"."Buru-burulah kalian cari tempat bersembunyi", lanjutnya lagi.
Terakhir adalah 2 kawanku lainnya, tugas mereka bersembuyi di dekat pintu dapur itu, berjaga-jaga agar tidak tertutup.
Hatiku pun was-was, karena ini adalah pengalaman pertamaku.
Tak lama, setelah kami masuk ke dapur dan bersembunyi, kami mendengar suara eongan dari sang kawan yang bertugas sebagai pemberi kode. Semenit kemudian, tahulah kami siapa yang berjalan menuju arah dapur. Ternyata si pembantu rumah tangga. Ia berjalan sambil bersiul-siul kecil, kemudian langsung menuju kearah kompor, dan langsung mematikan kompor tersebut.
Oh... ia sedang menjerang air rupanya. Kami seketika berusaha untuk sediam mungkin, tidak mengeluarkan suara dan berusaha menahan napas, agar kehadiran kami ini tidak di ketahui olehnya.Kemudian si pembantu itu mulai menyiapkan gelas-gelas di atas meja dapur. Aku dapat melihatnya, karena bersembunyi di bawah meja kompor tersebut. Dapat kutebak, gelas-gelas itu pasti akan diisi dengan kopi dan teh, dan ternyata tebakanku tidaklah salah. Si pembantu mulai menuangkan air mendidih itu ke gelas-gelas tersebut. Sejauh ini kami masih aman.
Namun siallll.... !!!!Tanpa sengaja, si pembantu itu menginjak ekor salah satu kawanku. Kawanku itu langsung berteriak sekuat-kuatnya. Dan tanpa di komando, kami pun segera berhamburan keluar, berlari sekuat tenaga menuju pintu dapur yang masih setengah terbuka.
Tanpa kusadari, aku berteriak...
"Ibuuuuuuuu............ sakiiittttttttt"Aku seolah merasakan kembali pukulan Ibu waktu itu. Tapi yang ini lebih sakit dan perih.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, aku terus berlari sekuat-kuatnya. Aku sudah tidak tahu lagi, bagian tubuhku yang mana yang sakit, yang tercium olehku hanyalah baru darah saja.
Semakin lama lariku semakin pelan. Penglihatanku semakin nanar, dan aku berasa berada di awang-awang. Suara kawan-kawanku yang riuh, semakin lama semakin menghilang tak terdengar lagi.Mendadak, terlihat jelas di mataku, wajah Ibu yang penuh kekhawatiran terhadapku.
*****
Ini adalah kisahku.Seekor kucing jantan berusia 6 bulan. Buluku berwarna hitam dan putih.
Aku tahu, Ibu sayang kepadaku.Sekarang, buluku tidak seperti dulu lagi. Terlihat kusam dan pada beberapa bagian di tubuhku
dipenuhi oleh luka bernanah. Dan yang parahnya lagi, satu mataku mengalami kebutaan.
Aku tidak tahu pasti, apa yang menyebabkan diriku seperti ini.
Yang kutahu, aku berlari dan terus berlari untuk menghindar dari si pembantu rumah tangga itu.
Menurut kawan-kawanku, aku terkena siraman air mendidih, karena aku yang paling akhir keluar dari rumah itu.
Ahhh.... aku ingat kejadian mengerikan itu.
Sekarang cacat sudah fisikku. Aku malu pada Ibu.
Ia hanya membelaiku saja, sembari mulutnya tidak berhenti mengucapkan permintaan maaf padaku, dan tanpa rasa jijik ia terus mengobatiku.
Ibu tidak menangis, tapi ku tahu pasti hatinya bersedih.
Ibu maafkan aku ya, dan jangan marahi ku lagi....
"Aduh bu... sakitttt !!!"
Tapi nampaknya Ibu tidak menggubris teriakanku.
Aku tahu, ini semua adalah kesalahanku.
Malam hari, aku berusaha merajuk pada Ibu.
Ketika ia mau tidur, aku sudah berada persis di sebelah sisi yang ia tiduri.
Dan aku berharap ia akan memelukku.
Tapi, nampaknya ia masih marah kepadaku.
Hmm... cara apalagi yang harus kugunakan untuk merayunya ?
Keesokan harinya, Ibu sama sekali tidak menegurku.
Ia tetap diam seribu bahasa.
Aku berusaha mendekatinya, namun tidak berhasil.
Ibu tetap melakukan tugasnya seperti biasanya.
Berbelanja, membersihkan rumah, memasak dan menyiapkan makanan.
Tanpa disuruh, aku langsung makan apa yang sudah ia sajikan.
Sudah 2 hari Ibu marah kepadaku.
Aku bingung, pusing melihatnya seperti itu.Kuputuskan sajalah untuk berjalan-jalan keluar rumah, sekedar mencari hawa segar
dan berharap segera menemukan ide bagaimana caranya agar bisa berbaikan dengan Ibu.
Saat sedang berjalan-jalan, aku bertemu dengan kawan-kawan bermainku.
Beberapa memang teman mainku setiap hari, sisanya 2 orang lagi baru kujumpai saat itu.
Seorang kawan bertanya padaku :
"Kenapa wajahmu kusut seperti itu ?"
"Aku sedang ribut dengan Ibu", jawabku"Sudah 2 hari ini Ibu mendiamiku terus, padahal aku sudah meminta maaf", lanjutku
"Hmm... begitu ya ?"
"Aku tahu itu memang salahku, yang menyebabkan beliau marah besar", ungkapku lagi.
"Hey.... daripada kamu pusing dengan masalah itu, bagaimana kalau nanti malam kamu ikut dengan kita bersenang-senang ?" kata seorang kawan baruku,
"sekedar untuk melupakan masalah yang ada", imbuhnya lagi."Bersenang-senang? memangnya kita akan kemana dan melakukan apa ?" tanyaku kepada si kawan baru itu.
"ohh... jangan khawatir, kita tidak akan melakukan hal-hal aneh kok, hanya berjalan-jalan di malam hari saja", kata si kawan itu.Tanpa pikir panjang lagi, aku menjawab " oh, baiklah kalau begitu, aku ikut denganmu..".
Kemudian aku balik ke rumah dan tidak menggubris Ibu.
Maghrib pun tiba.Aku sudah bersiap-siap untuk menemui kawan-kawanku itu.
Ketika menuju pintu luar, Ibu berkata :
"Mau kemana? maghrib begini kok malah keluar rumah ? Banyak orang jahat di luar sana" katanya kepadaku.
Aku terus berjalan, tidak memperdulikan ucapannya.
Dalam benakku berkata "gantian sekarang aku yang akan mendiami ibu, ini akibat Ibu mendiami aku selama 2 hari ".
Tak begitu jauh dari rumah, aku sudah bertemu kawan-kawanku, jumlah kami ber 5.
Kami saling bercanda, bermain kejar-kejaran dan petak umpet, hingga tanpa kami sadari langit pun semakin gelap. Gelap tanpa bulan dan bintang.
Dari jauh, samar-samar aku mendengar suara Ibu yang memanggil-manggil namaku.
Tapi, "ahh..... biarkanlah" pikirku.
Karena keasyikan bermain, ternyata kami sudah jauh dari rumah. Hatiku pun menjadi was-was.
Aku tahu Ibu pasti khawatir sekali denganku.
Dan aku juga ingat, bapak akan pulang larut malam.
"Ibu, semoga engkau di rumah baik-baik saja', sepercik doaku yang kupanjatkan untuk Ibu dengan tidak sadar.Ternyata dorongan untuk terus bermain mengalahkan keinginan untuk pulang ke rumah. Apalagi jalanan mulai sepi, sehingga menambah keleluasaan kami untuk bermain.
Jenuh bermain, seorang kawan baru mengutarakan idenya.
"hey... kalian melihat rumah itu ?" katanya sambil menunjuk rumah yang dimaksud
"ya", jawab kami serempak."apa yang akan kamu lakukan di rumah itu", tanya salah seorang kawan
"yang pasti aku akan melihat-lihat isi rumah itu", jawab si kawan baru tersebut.
"bagaimana, kalian mau tidak ?" tanya nya pada kami.
Kami semua terlihat masih bingung dengan ide si kawan baru. Di mata kami, rumah tersebut tidak terlihat istimewa. Bagunannya tidaklah besar, berpagar sedang dan ada sedikit halaman depan yang ditanami dengan bunga-bunga rumput, serta 2 buah pintu masuk. Yang pertama pintu depan untuk menuju ruang tamu, satu lagi pintu samping yang kuduga pastilah tembusnya ke dapur.
Lampu di ruang depan telah mati, tapi yang di dapur masih menyala. Tidak satupun dari kami yang mendengar suara orang berbicara.
Kawan baru kami itupun memberikan ide dan strateginya.
"Kita akan masuk dari pintu belakang yang menuju dapur, sepertinya pintu itu masih belum terkunci"."Lalu apa yang akan kita lakukan ?" tanya seorang kawan
"Kita akan mencari apa yang menguntungkan untuk kita bersama, dan hasilnya akan dijadikan satu dan dibagi rata sesuai dengan jumlah yang ada saat ini", jawab si kawan baru itu.
Tanpa pikir panjang lagi, kami semua langsung mengiyakan.
"Hmm... lumayan.. jika dapat, ini bisa menjadi bekalku beberapa hari selama jauh dari rumah" pikirku sendiri.
"Nah, mari kuberikan petunjuknya", kata si kawan pemberi ide
"aku akan masuk duluan ke dapur itu, dan mencari tempat bersembunyi antara dapur dan ruang makan, aku akan memberikan kode-kode jika ada yang menuju ke dapur, menyusul kamu dan dia", sembari melihat kearahku dan kawanku, tahulah aku bahwa akan menjadi pengumpul barang yang telah dibicarakan tadi"."Buru-burulah kalian cari tempat bersembunyi", lanjutnya lagi.
Terakhir adalah 2 kawanku lainnya, tugas mereka bersembuyi di dekat pintu dapur itu, berjaga-jaga agar tidak tertutup.
Hatiku pun was-was, karena ini adalah pengalaman pertamaku.
Tak lama, setelah kami masuk ke dapur dan bersembunyi, kami mendengar suara eongan dari sang kawan yang bertugas sebagai pemberi kode. Semenit kemudian, tahulah kami siapa yang berjalan menuju arah dapur. Ternyata si pembantu rumah tangga. Ia berjalan sambil bersiul-siul kecil, kemudian langsung menuju kearah kompor, dan langsung mematikan kompor tersebut.
Oh... ia sedang menjerang air rupanya. Kami seketika berusaha untuk sediam mungkin, tidak mengeluarkan suara dan berusaha menahan napas, agar kehadiran kami ini tidak di ketahui olehnya.Kemudian si pembantu itu mulai menyiapkan gelas-gelas di atas meja dapur. Aku dapat melihatnya, karena bersembunyi di bawah meja kompor tersebut. Dapat kutebak, gelas-gelas itu pasti akan diisi dengan kopi dan teh, dan ternyata tebakanku tidaklah salah. Si pembantu mulai menuangkan air mendidih itu ke gelas-gelas tersebut. Sejauh ini kami masih aman.
Namun siallll.... !!!!Tanpa sengaja, si pembantu itu menginjak ekor salah satu kawanku. Kawanku itu langsung berteriak sekuat-kuatnya. Dan tanpa di komando, kami pun segera berhamburan keluar, berlari sekuat tenaga menuju pintu dapur yang masih setengah terbuka.
Tanpa kusadari, aku berteriak...
"Ibuuuuuuuu............ sakiiittttttttt"Aku seolah merasakan kembali pukulan Ibu waktu itu. Tapi yang ini lebih sakit dan perih.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, aku terus berlari sekuat-kuatnya. Aku sudah tidak tahu lagi, bagian tubuhku yang mana yang sakit, yang tercium olehku hanyalah baru darah saja.
Semakin lama lariku semakin pelan. Penglihatanku semakin nanar, dan aku berasa berada di awang-awang. Suara kawan-kawanku yang riuh, semakin lama semakin menghilang tak terdengar lagi.Mendadak, terlihat jelas di mataku, wajah Ibu yang penuh kekhawatiran terhadapku.
*****
Ini adalah kisahku.Seekor kucing jantan berusia 6 bulan. Buluku berwarna hitam dan putih.
Aku tahu, Ibu sayang kepadaku.Sekarang, buluku tidak seperti dulu lagi. Terlihat kusam dan pada beberapa bagian di tubuhku
dipenuhi oleh luka bernanah. Dan yang parahnya lagi, satu mataku mengalami kebutaan.
Aku tidak tahu pasti, apa yang menyebabkan diriku seperti ini.
Yang kutahu, aku berlari dan terus berlari untuk menghindar dari si pembantu rumah tangga itu.
Menurut kawan-kawanku, aku terkena siraman air mendidih, karena aku yang paling akhir keluar dari rumah itu.
Ahhh.... aku ingat kejadian mengerikan itu.
Sekarang cacat sudah fisikku. Aku malu pada Ibu.
Ia hanya membelaiku saja, sembari mulutnya tidak berhenti mengucapkan permintaan maaf padaku, dan tanpa rasa jijik ia terus mengobatiku.
Ibu tidak menangis, tapi ku tahu pasti hatinya bersedih.
Ibu maafkan aku ya, dan jangan marahi ku lagi....