Rabu, 12 Mei 2010

Things Fall Apart


Judul : Things Fall Apart
Pengarang : Chinua Achebe
Penerbit : Hikmah-Mizan Group

Novel bernuansa Nigeria ini berhasil saya tamatkan dalam 2 hari. Cukup mengaduk emosi membuat saya tidak bisa melepaskan buku ini dalam hitungan menit.

*****

Jaman dahulu kala, Indonesia sempat di jajah oleh Bangsa Belanda. Saat itu, Belanda membawa slogan 3G atau Gold, Glory dan Gospel.
Gold, atau emas. Negara ini memang 'emas' bagi Belanda, hasil rempah-rempah yang termasyur sampai ke negara mereka. Kedatangan Belanda ke Indonesia pun, sebenarnya bertujuan untuk mengeruk kekayaan bumi ini.
Glory, kemenangan. Jelaslah disamping keinginan untuk mengeruk sumber daya yang ada di negara ini, kemenangan pun mereka harapkan, agar bisa mendapatkan dan menguasai ibu pertiwi.
Sedangkan Gospel, dibalik 2 G yang sebelumnya, mereka membawa ajaran agamanya untuk disebarkan di Indonesia.

Hmmm..... tulisan diatas hanyalah kilas balik sedikit mengenai sejarah Indonesia. Mengapa saya tuliskan, karena novel ini pun ada sedikit mengandung unsur diatas tersebut.

*****

Adalah seorang pemuda bernama Okonkwo, yang sepanjang hidupnya selalu di bayang-bayangi oleh tingkah laku ayahnya dahulu kala.
Sang, ayah di kala semasa hidupnya adalah seseorang yang malas, pengecut, tukang berhutang dan lain-lainnya yang tidak bisa di banggakan oleh keluarganya.
Akibat dari tabiat sang ayah itu, yang konon sudah 'menjadi rahasia umum' bagi masyarakat setempat, membuat Okonkwo kecil bertekad untuk menjadi seseorang yang selalu kuat.

Hingga menjelang dewasa, Okonkwo menjadi amat dan sangat takut terlihat lemah.
Di usianya yang memasuki 16 tahun, ia sudah berupaya sendiri dengan menjadi buruh peladang pada salah seorang yang terkaya di klan nya, dengan harapan ia dapat mempunyai ladang ubi rambat sendiri, yang memang menjadi bahan pokok utama di masyarakat tersebut.
Lambat, tapi pasti... apa yang di inginkan dan di cita-citakan Okonkwo menjadi kenyataan. Ladang ubi rambatnya lambat laun menjadi besar, ia membangun rumahnya sendiri dan membangun 3 bangunan kecil lainnya di sekeliling rumahnya untuk ke 3 istrinya.
Hari demi hari lumbungnya selalu penuh dengan bahan pangan, tidak ketinggalan pula hasil ternaknya yang melimpah ruah.
Kesuksesan itu semakin menjadi-jadi ketika Okonkwo menjadi salah seorang pegulat sejati,ia mampu menghabisi lawan-lawan terkuat yang ada di desanya. Dengan kata lain Okwonko menjadi seseorang yang di hormati, dan ia mulai mendapatkan gelar kehormatan di klannya hingga pada akhirnya ia menjadi pemimpin bagi klannya tersebut.
Itu semua ia lakukan, karena ia amat membenci perilaku ayahnya dahulu. Karena kebenciannya begitu mendalam, ia mendidik istri dan anak-anaknya dengan kata-kata yang kasar,dan kekerasan.
Menjadi pria sejati adalah obsesinya !!

Okonkwo adalah orang yang tidak dapat mengenal kehalusan,
kelembutan dan kasih sayang.
Sedikit demi sedikit, prahara kehidupan mulai menimpanya. Anak laki-laki pertamanya Nwoye jauh dari apa yang diharapkannya.
Anak tersebut pemurung, dan tidak dapat diandalkan untuk menjadi seperti dirinya. Hingga akhirnya datanglah Ikemefuna, seorang anak yang ia dapatkan dari desa lain karena desa tersebut telah membunuh perempuan yang berasal dari desanya.
Sesuai dengan aturan adat yang berlaku, Ikemefuna harus berada dalam pengawasan dan tinggal dengan keluarga Okonkwo. Pada awalnya Ikemefuna merasa takut dengan keluarga tersebut, tapi lambat dan pasti ia menjadi terbiasa.
Apalagi ia diperbolehkan memanggil papa kepada Okonkwo.
Dengan adanya Ikemefuna, pribadi Nwoye mulai berubah, ia tidak takut lagi untuk duduk dan makan bersama ayahnya, ia mulai mengerjakan tugas-tugas yang hanya dapat dilakukan oleh para pria saja.

Dan tibalah saat yang mengerikan itu, setelah 3 tahun Ikemefuna dalam pengawasan Okonkwo, maka tetua serta para dukun termasyur desa memutuskan bahwa Ikemefuna harus dibunuh. Dan Okonkwo harus ikut menyaksikan adegan itu.
Hari mulai di rancang, rencana pembunuhan akan dilakukan esok.
Keesokan harinya, Okonkwo serta beberapa laki-laki dan dukun di desanya bergerak untuk melaksanakan rencana itu. Ikemefuna pun meskipun merasa takut, tapi ia dapat berjalan dengan tenang, karena ia yakin sang ayah tirinya akan melindunginya.
Setelah berjalan cukup jauh, laki-laki dan dukun desa itu pun membunuh Ikemefuna, tentu saja disaksikan oleh dirinya sebagai ketua klan, dan ia pun juga mendengar dengan jelas, anak itu berteriak kepadanya memohon pertolongan.
Setelah rencana itu selesai, Okonkwo pulang ke rumahnya, 3 hari 3 malam ia tidak dapat tidur nyenyak dan makan. Kejadian Ikemefuna rupanya membuat dirinya bergetar. Di dalam hati serta pikirannya, kata-kata 'lelaki lemah' selalu menghantuinya.Ya...lemah karena selalu terbayang kejadian tersebut.
Dan akibat dari kejadian itupun, anaknya Nwoye, mulai kembali ke tabiat asalnya. Okonkwo tahu sekali anaknya tersebut berwatak seperti kakeknya.

Dari istri ke 2 nya Okonkwo mendapatkan anak perempuan bernama Ezinma.
Ezinma ini benar-benar seperti ayahnya. Dan jauh di dalam lubuk hatinya ia tidak dapat memungkiri kekecewaan yang ada, mengapa anak itu tidak dilahirkan sebagai laki-laki?
Jauh di dalam hatinya, ia sangatlah sayang dengan Ezinma. Pada saat sang anak sakit, dan dibawa pergi oleh sang dukun, dan rela membuntuti anak itu, agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diharapkan.

Beberapa saat kemudian, datanglah suatu bencana yang tidak diharapkan oleh Okonkwo dan keluarganya. Suatu ketika seorang tetua yang dihormati di klannya meninggal, sudah menjadi tradisi pemakaman tersebut diiringi dengan genderang dan tarian dengan membawa senapan. Okonkwo pun hadir dalam acara pemakaman akbar tersebut. Tanpa sengaja senapannya menembak seorang pria yang tak lain dan tak bukan adalah anak
dari tetua yang meninggal tersebut.
Karena ia telah mengotori acara suci, dan juga menodai dewa bumi, maka ia harus pergi meninggalkan klannya bersama anak dan istrinya dalam jangka waktu 7 tahun. Maka dengan berat hati, diiringi dengan tangisan anak dan istrinya, Okonkwo pun mulai mengemasi barang-barang yang akan ia bawa serta. Dan tujuannya pun tidak lain adalah ke desa tempat ibunya dahulu. Dibantu dengan Obierika sahabat baiknya maka pergilah rombongan Okonkwo itu.

Setiba di desa Ibunya, keluarga itu diterima dengan hangat oleh paman serta saudara-saudara ibunya yang lain.
Okonkwo pun harus memulai dari awal lagi, membangun rumah untuknya, untuk istri-istri serta anak-anaknya, ladang dan ternak untuk menghidupi keluarganya. Tidak lupa juga sang teman baik Obierika, datang bertamu ketempatnya membawakan cowrie (uang yang digunakan saat itu) hasil penjualan dari ladang serta ternaknya. Dan yang paling penting adalah Obierika selalu membawa kabar-kabar baru mengenai klannya.
Suatu saat di tahun ke 2 nya Okonkwo berada di pengasingan, sang teman baik datang berkunjung menceritakan adanya klan yang sudah musnah. Hal tersebut membuat dirinya sontak terkejut. Kemusnahan dari klan tersebut dikarenakan masuknya 'orang kulit putih'. Orang itu menembaki seluruh orang di klan tersebut.
Ternyata hal itu menjadi pemikiran yang berat bagi Okonkwo. Selang beberapa waktu kemudian, di desa ibunya datanglah seorang pria kulit putih dengan kendaraan besinya (mobil).
Orang dan kendaraan besinya tersebut langsung di ikat di hutan kematian, dan orang tersebut dibunuh.
Ternyata, pria itu adalah seorang missionaris yang membawa ajaran agama baru, Kristen.
Awal mulanya, semua penduduk menolak kedatangan pria-pria kulit putih lainnya. Tapi karena ada salah satu pendeta, yang berhasil menaklukkan dan mengambil hati para pemimpin klan, lama kelamaan, penduduk desa dapat menerimanya.
Pendeta itu datang untuk minta ijin kepada pemimpin klan untuk membangun sebuah tempat ibadah di sekitar desa itu. Hari demi hari berlalu, karena kesimpatikan sang pendeta tersebut, sedikit demi sedikit penduduk desa mulai mengikuti ajaran sang pendeta.
Di mata Okonkwo, ajaran tersebut adalah ajaran gila dan sesat. Meskipun ia tetap menentang orang asing itu, kenyataan pahit harus ia terima. Anak laki-laki tertuanya Nyowe, diam-diam mengikuti ajaran agama tersebut. Apalagi orang-orang kulit putih itu, lama-lama membangun berbagai macam bangunan, mulai gedung pengadilan, hingga sekolah.
Tiap hari ada saja penduduk yang masuk ke ajaran itu. Tapi hal tersebut tidak menjadi masalah bagi para pemimpin klan, karena yang bergabung dengan gereja adalah mereka yang dicap sebagai 'sampah masyarakat atau orang-orang yang tidak penting".

Sampailah saat dimana 7 tahun berlalu, dan Okonkwo beserta keluarganya mulai mempersiapkan kepulangan mereka ke desanya. Tapi desanya dulu sudah tidak sama lagi dengan desanya sewaktu ia tinggalkan.
Para masyarakat di klannya terang-terangan mengikuti ajaran baru yang telah masuk juga ke desanya. Berbekal dengan kebesaran dan kecintaan pada desa serta klannya, Okonkwo pun tergerak hatinya, untuk menyelamatkan tradisi nenek moyangnya yang mulai hancur akibat kedatangan para missionaris itu, ia pun mulai mengumpulkan para pemimpin klan yang merasa terganggu dengan kehadiran agama baru tersebut. Meskipun Ia serta pemimpin klan yang lain ditangkap dan di tipu oleh para penjaga agama baru itu, tapi tekad untuk mengusir orang-orang pendatang itu semakin kuat. Hingga akhirnya Okonkwo pun membunuh sang pendeta pengganti.
Pembunuhan itu pun memicu keresahan baik di masyarakat pedesaan maupun di kalangan kaum missionaris itu.
Meskipun ia sudah membunuh sang pendeta, namun permasalahan terus datang bertubi-tubi menimpa desanya serta keluarganya, dan tak lama kemudian sang pemimpin klan pun ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa, tergantung di sebuah pohon. Menurut adat yang berlaku di desa tersebut, mati seperti itu tidak lebih terhormat dari pada bangkai binatang. Yah... si orang hebat Okonkwo, mati dalam keadaan hina.

*****
Chinua Achebe, berhasil membuat plot yang baik. Meskipun banyak sekali nama-nama yang ia tampilkan tapi tidak membuat pembacanya merasa kehilangan arah. Chinua sendiri adalah seorang dosen di sebuah universitas di Amerika. Sebelumnya, ia adalah seorang akademisi dari Universitas Nigeria. Novel ini adalah novel pertamanya yang telah diterjemahkan ke dalam 50 bahasa.

*****
Selamat membaca... !!


2 komentar:

  1. iya, emang bagus. saya baca sampai beberapa kali. resensinya lumayan bagus.

    regards,
    Gita

    BalasHapus
  2. Ini ternyata trilogi ya? No Longer at Ease sama Arrow of God itu lanjutannya. Udah diterjemahkan ke sini juga ga ya?

    BalasHapus