Judul : I saw Ramallah
Pengarang : Mourid Barghouti
Penerbit : Alvabet
Jujur, saya tidak banyak mengikuti perkembangan mengenai perseteruan antara Palestina dan Israel. Menurut sejarah yang pernah saya baca, perseteruan ini memang sudah berlangsung dari lama, meskipun ada break perang dingin, tapi hingga sekarang perang itu masih berlangsung. Menurut suatu sumber, perseteruan ini pun terjadi karena adanya pihak ke 3 yang pada akhirnya menjadi pangkal mula peperangan 2 negeri ini. Selama abad 20 ini, Palestina terus menerus menjadi daerah perseteruan yang tidak kunjung selesai juga. Pergolakan antara warga asli Arab yang secara terus menerus di dzalimi dan gerakan politik dari pihak-pihak Zionis yang masuk dan sebagian besar berasal dari Eropa, merampas Tepi Barat dan jalur Gaza tahun 1967. Kapankah konflik ini akan selesai ?? Wallahu'alam......
*****
Terusir dari negaranya sendiri, ternyata membuat Mourid Barghouti tidak henti-hentinya memperjuangkan nasib bangsanya. Meskipun ia tidak berjuang dengan senjata, tapi tetap ia dianggap sebagai orang yang berbahaya bila berada di negaranya. Ya, ia adalah seorang sastrawan yang gencar menyuarakan suara hati rakyat Palestina lewat puisi-puisinya. 30 tahun sudah ia mengembara dari satu negara ke negara lainnya. Membuatnya kehilangan jati diri yang sebenarnya. Apakah ia seorang pengembara, peminta suaka, pengungsi atau lainnya. Itulah yang terjadi pasca perang 6 hari tahun 1967.
Ketika pada akhirnya ia dapat kembali ke Palestina, apa yang menjadi kenangan masa kecilnya dahulu hilang sudah. Palestina yang dulu tidak sama dengan Palestina yang sekarang. Rumah-rumah yang dulunya menjadi memori indah bersama keluarganya, kini hilang sudah. Wajah buram tembok-tembok rumah, langit yang kelabu, telah merubah semuanya. Kemanakah Palestinanya yang dulu ? Jembatan tempat ia bermain di waktu kecilnya, membebaskan siapa saja untuk melewatinya, kini sudah di klaim menjadi milik Israel dan tidak sembarang orang boleh melewatinya. Jembatan itu pun dijaga oleh tentara. Hutan-hutan yang menyebarkan aroma segar pun kini sudah berubah menjadi benteng-benteng pembatas yang tinggi, memisahkan perkampungan antara warga Palestina dan Israel.
Dan ia pun harus menyaksikan wanita dan anak-anak yang tidak terurus, tidak mempunyai rumah, tidak ada sandang dan pangan dan lain sebagainya. Itulah korban perang antara 2 negara yang tidak ada habis-habisnya. Seperti dalam salah satu puisinya berikut ini :
Gerbang segala gerbang
Tak ada kunci di tangan
Tapi kami bisa masuk (sebagai pengungsi)
yang terlahir dari kematian yang aneh.
Para pengungsi di rumah,
yang merupakan rumah kami, dan kami datang.
Dalam keriangan kami ada goresan-goresan
Yang tak terlihat karena tetes airmata, sampai ia mengalir.
Puisinya diatas jelas sekali menggambarkan kondisi masyarakat Palestina saat ini. Perlahan tapi pasti, Palestina adalah negara yang terusir dari rumahnya sendiri.
*****
Membaca buku ini, jelas sudah membuat hati saya tergetar. Bisa membayangkan bagaimana penderitaan rakyat Palestina saat itu. Mourid Bargouti dengan sangat jelas mengungkapkan kesedihan yang mendalam terhadap tanah airnya yang sedikit lagi akan menghilang di muka bumi ini. Negara-negara digdaya, yang dianggapnya bisa menyelesaikan konflik ini, justru tidak ada reaksinya. Negara-negara Arab yang menjadi 'saudara'nya pun juga tidak membantunya.
Yah... Palestina memang harus berjuang sendiri untuk mendapatkan rumahnya kembali !!
Pengarang : Mourid Barghouti
Penerbit : Alvabet
Jujur, saya tidak banyak mengikuti perkembangan mengenai perseteruan antara Palestina dan Israel. Menurut sejarah yang pernah saya baca, perseteruan ini memang sudah berlangsung dari lama, meskipun ada break perang dingin, tapi hingga sekarang perang itu masih berlangsung. Menurut suatu sumber, perseteruan ini pun terjadi karena adanya pihak ke 3 yang pada akhirnya menjadi pangkal mula peperangan 2 negeri ini. Selama abad 20 ini, Palestina terus menerus menjadi daerah perseteruan yang tidak kunjung selesai juga. Pergolakan antara warga asli Arab yang secara terus menerus di dzalimi dan gerakan politik dari pihak-pihak Zionis yang masuk dan sebagian besar berasal dari Eropa, merampas Tepi Barat dan jalur Gaza tahun 1967. Kapankah konflik ini akan selesai ?? Wallahu'alam......
*****
Terusir dari negaranya sendiri, ternyata membuat Mourid Barghouti tidak henti-hentinya memperjuangkan nasib bangsanya. Meskipun ia tidak berjuang dengan senjata, tapi tetap ia dianggap sebagai orang yang berbahaya bila berada di negaranya. Ya, ia adalah seorang sastrawan yang gencar menyuarakan suara hati rakyat Palestina lewat puisi-puisinya. 30 tahun sudah ia mengembara dari satu negara ke negara lainnya. Membuatnya kehilangan jati diri yang sebenarnya. Apakah ia seorang pengembara, peminta suaka, pengungsi atau lainnya. Itulah yang terjadi pasca perang 6 hari tahun 1967.
Ketika pada akhirnya ia dapat kembali ke Palestina, apa yang menjadi kenangan masa kecilnya dahulu hilang sudah. Palestina yang dulu tidak sama dengan Palestina yang sekarang. Rumah-rumah yang dulunya menjadi memori indah bersama keluarganya, kini hilang sudah. Wajah buram tembok-tembok rumah, langit yang kelabu, telah merubah semuanya. Kemanakah Palestinanya yang dulu ? Jembatan tempat ia bermain di waktu kecilnya, membebaskan siapa saja untuk melewatinya, kini sudah di klaim menjadi milik Israel dan tidak sembarang orang boleh melewatinya. Jembatan itu pun dijaga oleh tentara. Hutan-hutan yang menyebarkan aroma segar pun kini sudah berubah menjadi benteng-benteng pembatas yang tinggi, memisahkan perkampungan antara warga Palestina dan Israel.
Dan ia pun harus menyaksikan wanita dan anak-anak yang tidak terurus, tidak mempunyai rumah, tidak ada sandang dan pangan dan lain sebagainya. Itulah korban perang antara 2 negara yang tidak ada habis-habisnya. Seperti dalam salah satu puisinya berikut ini :
Gerbang segala gerbang
Tak ada kunci di tangan
Tapi kami bisa masuk (sebagai pengungsi)
yang terlahir dari kematian yang aneh.
Para pengungsi di rumah,
yang merupakan rumah kami, dan kami datang.
Dalam keriangan kami ada goresan-goresan
Yang tak terlihat karena tetes airmata, sampai ia mengalir.
Puisinya diatas jelas sekali menggambarkan kondisi masyarakat Palestina saat ini. Perlahan tapi pasti, Palestina adalah negara yang terusir dari rumahnya sendiri.
*****
Membaca buku ini, jelas sudah membuat hati saya tergetar. Bisa membayangkan bagaimana penderitaan rakyat Palestina saat itu. Mourid Bargouti dengan sangat jelas mengungkapkan kesedihan yang mendalam terhadap tanah airnya yang sedikit lagi akan menghilang di muka bumi ini. Negara-negara digdaya, yang dianggapnya bisa menyelesaikan konflik ini, justru tidak ada reaksinya. Negara-negara Arab yang menjadi 'saudara'nya pun juga tidak membantunya.
Yah... Palestina memang harus berjuang sendiri untuk mendapatkan rumahnya kembali !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar